KAB. SERANG – Pakar Metalurgi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Prof. Agus Pramono, menegaskan paparan zat radioaktif tidak serta-merta membahayakan lingkungan, selama masih berada di bawah ambang batas kritis.
Hal itu ia sampaikan Agus kepada BantenNews.co.id, menyusul temuan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) bersama tim gabungan menemukan indikasi sumber radiasi di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang.
Diketahui, temuan itu bermula dari laporan Customs Border Protection (CBP) Amerika Serikat yang mengidentifikasi kandungan radionuklida Cesium-137 (Cs-137) pada produk udang beku asal Indonesia.
Dalam temuannya, produk berupa breaded shrimp tersebut diuji oleh Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat, dengan hasil kadar Cs-137 mencapai 117 Bq/kg.
“Radioaktif itu bisa menyebar lewat udara. Jika partikelnya besar, memang berpotensi eksplosif. Tapi dalam jumlah kecil, efeknya relatif aman bagi lingkungan,” katanya.
Menurutnya, salah satu isotop yang kerap ditemukan adalah Cesium-137. Isotop ini bukan berasal dari alam, melainkan hasil reaksi nuklir.
“Angka 137 itu gabungan dari jumlah proton, neutron, dan elektron. Unsur ini bisa menghasilkan energi besar jika meledak. Namun untuk kasus pangan, misalnya pada udang, temuan 68 becquerel per gram (Bq/g) masih jauh di bawah ambang kritis 1.200 Bq/g,” ujarnya.
Agus mencontohkan, penggunaan Cesium-137 dalam perangkat industri seperti gammagraphy untuk mendeteksi cacat pipa atau logam. Dalam kondisi tertutup, Agus menyebut zat tersebut masih berkategori aman.
Namun, kata dia, bila bocor dan menempel pada jaringan tubuh, zat tersebut bisa memicu kanker kulit dan sejumlah gejala kesehatan lainnya.
“Itu pun jika konsentrasinya di atas 1.200 Bq/g. Kalau di bawahnya, sifatnya tidak reaktif,” tuturnya.
Lebih jauh, ia juga menepis anggapan Cesium-137 bisa dipakai sebagai bahan pengawet makanan, seperti apa yang dituduhkan publik pada paparan radioaktif pada udang di kawasan modern industri, Cikande, Kabupaten Serang,
“Secara teori, hampir mustahil karena zat ini berupa serbuk atau gas, dan sangat sulit berdifusi dengan bahan alami seperti daging udang,” jelasnya.
Dengan begitu, Agus menekankan, pentingnya kalibrasi alat ukur dalam memastikan validitas data paparan radiasi disekitar wilayah dan sejumlah objek yang terjangkit paparan.
“Analisis harus melibatkan pembanding. Kalau angkanya masih jauh di bawah kritis, berarti masih aman. Tapi kalau mendekati, itu baru harus diwaspadai,” katanya.
Meski begitu, ia mengingatkan, dampak radiasi tidak bisa hanya dinilai dari paparan sesaat, melainkan potensi bahaya bagi tubuh dan lingkungan dalam jangka panjang.
“Efek jangka panjang tetap harus diidentifikasi. Potensi bahaya ada, tapi selama nilainya di bawah ambang batas, secara teori masih aman,” pungkasnya.
Penulis: Rasyid Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd