BANTEN – Setiap bulan Maulid, masyarakat Banten punya cara khas untuk menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi itu dikenal dengan sebutan Panjang Mulud. sebuah perayaan yang dianggap sebagai ‘hari raya ketiga’ setelah Idulfitri dan Iduladha.
Tradisi Panjang Mulud sudah berlangsung sejak masa Kesultanan Banten, khususnya pada era Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1672). Saat itu, perayaan dilakukan besar-besaran dengan meriah. Meski kemudian mengalami penyesuaian pada masa kolonial Belanda dan Jepang, tradisi ini tetap lestari hingga kini.
Istilah Panjang sendiri tidak merujuk pada ukuran, melainkan pada makna “memajangkan” atau memperlihatkan. Sedangkan *Mulud* berarti kelahiran, yakni peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Panjang Mulud masih rutin digelar di empat wilayah Banten: Serang, Cilegon, Pandeglang, dan Lebak. Pola acaranya relatif sama, hanya berbeda pada ciri khas lokal seperti lantunan shalawat.
Proses persiapan dimulai dengan musyawarah warga, pembentukan panitia, hingga pengumpulan iuran. Panjang kemudian dibuat dengan berbagai bentuk kreatif, mulai dari kapal, mobil, hingga perahu. Isinya pun beragam, seperti uang, perlengkapan shalat, pakaian, dan barang-barang bermanfaat lainnya.
Menjelang pelaksanaan, warga mengadakan acara ngeriung (makan bersama) dan tausiah. Esok harinya sejak pagi, Panjang Mulud diarak keliling kampung dengan iringan musik tradisional Terebang Gede serta lantunan shalawat dan dzikir dari Kitab Barzanzi.
Prosesi berlangsung hingga waktu Zuhur. Setelah itu, seluruh isi Panjang diinventarisasi lalu dibagikan merata kepada warga yang hadir.
Bagi masyarakat Banten, Panjang Mulud bukan sekadar perayaan. Ia menjadi sarana mempererat silaturahmi, menumbuhkan semangat gotong royong, serta mengajarkan pentingnya berbagi. Partisipasi warga bisa diwujudkan lewat tenaga, barang, maupun donasi, sehingga semua merasa terlibat.
Tradisi ini juga melatih kebiasaan menabung demi biaya pembuatan Panjang tahun berikutnya. Lebih dari itu, Panjang Mulud merepresentasikan semangat masyarakat Banten dalam menjaga warisan budaya sekaligus memperkokoh nilai-nilai keislaman.
Tim Redaksi