KAB.SERANG– Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Serang memasang rambu-rambu evakuasi bencana di enam desa rawan tsunami. Program ini merupakan bagian dari Indonesia Disaster Resilience Initiative Project (IDRIP) yang digagas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejak 2022 dan mulai dijalankan pada 2023.
Pemasangan rambu rampung pada Mei 2025 dan tersebar di enam desa di Kecamatan Anyer, Cinangka, dan Pulo Ampel. Untuk Kecamatan Anyer dan Cinangka, dipasang di Desa Anyer, Desa Bulakan dan Karang Suraga. Kemudian di Kecamatan Pulo Ampel dipasang di Desa Salira, Sumuranja, dan Argawana.
Jenis rambu yang dipasang meliputi penunjuk arah evakuasi kanan–kiri, rambu titik kumpul, dan rambu peringatan tsunami. Jumlah rambu menyesuaikan kebutuhan tiap desa. Di Pulo Ampel, masing-masing desa mendapat 25 rambu. Desa Anyer menerima jumlah terbanyak, 36 rambu, disusul Bulakan 30 dan Karang Suraga 29.
“Tujuan dari program ini adalah memitigasi masyarakat saat ada bencana terjadi mereka tau harus menyelamakan diri ke arah mana, memudahkan kelompok rentan kalau bencana itu terjadi hal yang diharapkan kan dia harus menyelamatkan diri sendiri dulu,” kata Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Serang, Hotman Siregar.
Hotman menuturkan, lokasi pemasangan ditentukan bersama pemerintah desa, mempertimbangkan kemudahan akses dan visibilitas. Tujuannya, warga dapat segera menyelamatkan diri saat bencana terjadi, terutama kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, perempuan, dan anak-anak.
Kawasan Anyer, Cinangka, dan Pulo Ampel dipilih karena berisiko tinggi terdampak tsunami akibat gempa megathrust yang diperkirakan berkekuatan 8,7 magnitudo.
“Kalau bencana sebesar itu terjadi, kita tidak bisa hanya mengandalkan tim evakuasi. Warga harus tahu ke mana harus bergerak,” katanya.
Selain rambu, BPBD juga membangun enam menara sirene peringatan dini (early warning system) di desa-desa tersebut. Menara setinggi 20 meter dengan jangkauan suara hingga 2 kilometer itu dilengkapi pengeras suara, CCTV, dan sistem kendali jarak jauh. Uji coba dan simulasi direncanakan pada September 2025.
Program IDRIP ini tidak hanya berfokus pada infrastruktur peringatan dini, tetapi juga membentuk Desa Tangguh Bencana (Destana) di enam lokasi tersebut. Perwakilan warga dilatih langsung oleh BNPB untuk melakukan simulasi, pelatihan, dan sosialisasi penanggulangan bencana kepada masyarakat.
BPBD berharap program ini dapat menjadi stimulan bagi pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran lanjutan. Pasalnya, dari 29 kecamatan dan 326 desa di Kabupaten Serang, baru enam desa yang mendapat fasilitas ini.
“Kami baru menyasar potensi tsunami, padahal ada 11 potensi bencana lain seperti longsor, banjir, dan cuaca ekstrem. Semoga pemerintah daerah melihat pentingnya langkah mitigasi sebelum bencana terjadi,” ujarnya.
Menurut BPBD, keberhasilan program ini juga bergantung pada keterlibatan masyarakat. Rambu dan sirene akan berfungsi optimal jika warga memahami penggunaannya dan mampu merespons dengan cepat.
“Kami ingin masyarakat punya kesadaran mandiri. Saat tanda peringatan berbunyi, mereka tahu jalur mana yang harus dilalui, tanpa harus menunggu instruksi,” katanya.
BPBD menilai, mitigasi di masa pra-bencana adalah kunci mengurangi korban jiwa dan kerugian. Rambu dan sirene hanyalah bagian dari upaya yang lebih besar yaitu membangun budaya siaga di masyarakat. (Advertorial)