MK Tolak Gugatan Masyarakat Sipil, PPN Bisa Naik hingga 15 Persen

Ilustrasi – foto istimewa cita.or.id SERANG – Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) secara bulat menolak permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor…
1 Min Read 0 11


Ilustrasi – foto istimewa cita.or.id

SERANG – Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) secara bulat menolak permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Putusan dengan nomor 11/PUU-XXIII/2025 ini dibacakan pada Kamis (14/8/2025) di Gedung MK, Jakarta.

Sembilan hakim konstitusi secara kompak memutuskan “menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya” dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman. Penolakan ini menyangkut pengujian beberapa pasal krusial dalam UU HPP, termasuk Pasal 4A Ayat (2) Huruf b, Pasal 4A Ayat (3) Huruf a, g, dan j, serta Pasal 7 Ayat (1), (3), dan (4) yang mengatur mekanisme penetapan tarif PPN.

Para pemohon yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil mengajukan gugatan dengan dalil bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, dengan potensi kenaikan hingga 15 persen, bertentangan dengan konstitusi. Mereka berargumen bahwa kenaikan tersebut memberatkan masyarakat dan tidak sejalan dengan prinsip keadilan sosial yang diamanatkan UUD 1945.

Koalisi masyarakat sipil yang mengajukan permohonan ini menyatakan keprihatinan terhadap dampak regresif dari kenaikan PPN. Mereka berpendapat bahwa pajak konsumsi seperti PPN cenderung lebih memberatkan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah karena proporsi konsumsi mereka lebih besar dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan tinggi.

Dalam permohonannya, para pemohon juga menyoroti aspek ketidakpastian hukum yang ditimbulkan oleh mekanisme kenaikan tarif PPN yang dapat dilakukan melalui Peraturan Pemerintah. Mereka menilai hal ini tidak memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha dan masyarakat luas.

MK menilai bahwa dalil yang disampaikan para pemohon tidak berdasar dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Hakim konstitusi menegaskan bahwa perubahan tarif PPN merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan negara dari penerimaan pajak.

MK berpandangan bahwa kewenangan pemerintah untuk menetapkan dan mengubah tarif pajak, termasuk PPN, merupakan bagian dari hak prerogatif negara dalam menjalankan fungsi fiskalnya. Mahkamah menilai bahwa mekanisme penetapan tarif PPN melalui Peraturan Pemerintah telah sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, MK juga mempertimbangkan aspek fleksibilitas yang diperlukan dalam kebijakan fiskal. Dalam situasi ekonomi yang dinamis, pemerintah memerlukan instrumen kebijakan yang dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan negara dan target penerimaan yang diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional.

Putusan MK ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan fiskal sesuai dengan UU HPP. Dengan ditolaknya gugatan ini, pemerintah memiliki keleluasaan untuk menaikkan tarif PPN sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan yaitu maksimal hingga 15 persen.

Kementerian Keuangan menyambut positif putusan MK ini. Dalam keterangan terpisah, Dirjen Pajak menyatakan bahwa keputusan MK memberikan kepastian hukum dalam implementasi kebijakan perpajakan nasional. Pemerintah berkomitmen untuk menggunakan kewenangan ini secara bertanggung jawab dan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.

Namun demikian, pemerintah juga menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN akan dilakukan secara bertahap dan dengan pertimbangan yang matang. Faktor-faktor seperti kondisi ekonomi makro, daya beli masyarakat, dan kebutuhan penerimaan negara akan menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan waktu dan besaran kenaikan.

Keputusan MK ini menuai reaksi beragam dari berbagai kalangan. Asosiasi pengusaha umumnya menyambut positif putusan ini karena memberikan kepastian hukum dalam perencanaan bisnis jangka panjang. Mereka menilai bahwa kejelasan aturan perpajakan akan membantu dunia usaha dalam menyusun strategi dan proyeksi keuangan.

Di sisi lain, organisasi masyarakat sipil dan lembaga advokasi konsumen menyayangkan putusan MK ini. Mereka khawatir bahwa kenaikan PPN akan semakin memberatkan masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah yang sudah terdampak inflasi dan berbagai kenaikan harga komoditas.

Dari perspektif ekonomi makro, kenaikan PPN memiliki implikasi ganda. Di satu sisi, peningkatan penerimaan pajak akan memperkuat posisi fiskal pemerintah dan memberikan ruang lebih luas untuk belanja modal yang produktif. Investasi infrastruktur dan program sosial yang didanai dari peningkatan penerimaan pajak diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Namun di sisi lain, kenaikan PPN dapat menimbulkan tekanan inflatoris dalam jangka pendek. Sebagai pajak konsumsi yang dibebankan kepada konsumen akhir, kenaikan PPN akan langsung mempengaruhi tingkat harga barang dan jasa. Hal ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, terutama jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang proporsional.

Dengan adanya kepastian hukum dari putusan MK, pemerintah kini memiliki landasan yang kuat untuk melakukan reformasi sistem perpajakan yang lebih komprehensif. Kenaikan PPN dapat menjadi bagian dari strategi yang lebih luas untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB Indonesia yang masih relatif rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.

Namun demikian, timing dan strategi implementasi akan sangat menentukan keberhasilan kebijakan ini. Pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian serta kondisi domestik yang sedang dalam proses pemulihan pasca pandemi.

Komunikasi publik yang efektif juga akan menjadi kunci sukses implementasi kebijakan ini. Masyarakat perlu memahami rasionalisasi di balik kenaikan PPN dan melihat manfaat konkret yang akan mereka terima dari peningkatan penerimaan negara.

Sumber: CNN Indonesia





Source link

beritajakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *