SERANG – Keputusan Pemerintah Kota (Pemkot) Serang yang tetap membuka ruang bagi Tempat Hiburan Malam (THM) di hotel berbintang dinilai bertolak belakang dengan identitas Ibu Kota Provinsi Banten itu sebagai Kota Santri dan Jawara.
Advokat PBH Tajusa Azhari, Cecep Azhari menyebut, kebijakan itu mengikis nilai sejarah dan keagamaan yang menjadi fondasi kota Serang
“Buruk tetaplah buruk, meskipun dikemas di hotel berbintang. Hiburan malam tidak sesuai dengan simbol Serang sebagai kota santri dan jawara,” kata Cecep kepada BantenNews.co.id, Senin (18/8/2025) kemarin.
Menurut dia, julukan Kota Santri dan Jawara bukan sekadar sebutan. Melainkan cermin dari peran historis Serang sebagai pusat pendidikan Islam dan lahirnya tokoh-tokoh jawara pada masa Kesultanan Banten.
“Kota ini sejak dulu menjadi pusat pesantren dan penyebaran agama. Tidak pantas jika kini dipenuhi hiburan malam yang jelas bertolak belakang dengan nilai itu,” ujarnya.
Selain merusak citra kota, Cecep menilai, THM membawa dampak sosial, seperti kebisingan, potensi peredaran minuman keras dan narkotika, hingga pergaulan bebas, khususnya bagi remaja dan anak muda penerus bangsa.
“Ini membuat orang tua waswas terhadap anak-anaknya. Lingkungan kehilangan rasa aman,” tuturnya.
Dengan demikian Cecep menegaskan, pengaturan hiburan malam hanya di hotel berbintang tidak lantas menghapus sisi negatifnya.
“Label berbintang tidak menjadikan praktik di dalamnya bermakna positif. Justru merusak marwah Kota Santri,” ucapnya.
Ia mengingatkan Pemkot Serang agar menutup sepenuhnya izin hiburan malam demi menjaga jati diri kota Serang sebagai kota seribu ulama sejuta santri.
“Kita harus menghormati para pendiri Serang. Kalau dibiarkan, generasi ke depan bisa kehilangan arah dari nilai agama dan budaya yang diwariskan,” pungkasnya.
Penulis : Rasyid
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd