LEBAK – Para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di Jalan Sunan Kalijaga mengeluhkan besarnya biaya yang harus mereka keluarkan setiap hari untuk biaya sewa meja, salar, dan karcis. Banyak dari mereka merasa terbebani oleh pungutan-pungutan tersebut, yang menurut mereka sangat memberatkan bagi perekonomian mereka yang sudah tipis.
Salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa, selain harus membayar sewa meja sebesar Rp15 ribu, mereka juga terpaksa memberikan uang sebesar Rp15 ribu lagi untuk salar yang tidak disertai dengan karcis. Total biaya yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp 30 ribu per hari, sebuah angka yang cukup besar mengingat keuntungan yang didapatkan dari hasil berjualan.
“Sehari itu habislah Rp 30 ribu, Rp 15 ribu untuk sewa meja dan Rp 15 ribu lagi untuk salar tanpa karcis,” ujar pedagang tersebut, Rabu (13/8/2025).
Para pedagang menduga bahwa pungutan liar ini dilakukan oleh oknum yang tidak jelas, dengan beberapa dari mereka bahkan mengklaim bahwa uang tersebut dikumpulkan oleh organisasi masyarakat (ormas) atau preman. Ada pula yang mengaku, pungutan tersebut konon berasal dari Dinas Perdagangan.
Namun, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lebak, Orok, membenarkan bahwa ada oknum dari instansinya yang terlibat dalam penarikan salar tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa oknum tersebut telah diberhentikan dan karcis ilegal yang sebelumnya digunakan telah dihentikan enam bulan lalu.
“Benar ada, tapi oknum tersebut sudah diberhentikan. Bahkan sudah enam bulan yang lalu karcis ilegal tersebut sudah di stop. Bilamana masih ada yang meminta salar mengatasnamakan Dinas, maka laporkan saja,” tegas Orok.
Orok juga menambahkan bahwa pungutan liar ini sangat merugikan pedagang, karena sebagian besar dari mereka hanya memperoleh keuntungan yang sangat kecil dari hasil berjualan. Selain itu, ia memastikan bahwa uang dari pungutan liar tersebut tidak masuk ke kas daerah.
“Perputaran uang hasil pungli cukup besar, jika dihitung setiap pedagang Rp 30 ribu dikali 850 pedagang mencapai Rp 25 juta setiap hari. Ini sudah luar biasa, dan uangnya saya pastikan tidak ada yang masuk ke kas daerah,” jelasnya.
Dengan besarnya jumlah uang yang beredar setiap hari, pungutan liar ini telah menciptakan ketidakadilan bagi para pedagang yang hanya berusaha mencari nafkah. Pemerintah daerah diminta untuk lebih tegas dalam menangani masalah ini agar para pedagang tidak terus-menerus dibebani oleh biaya yang tidak jelas asal-usulnya.
Penulis: Sandi Sudrajat
Editor: Usman Temposo