Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terjamin sebanyak 76.420 latiao dan memanjang 49 latiao yang disita karena cakrawala atau tidak ada izin edar. Itu dilakukan BPOM menyusul kasus Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP) di tujuh wilayah.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan mereka telah memeriksa 341 lokasi yang terdiri dari 214 ritel atau toko, 27 distributor, 100 kantin dan warung di area sekolah.
Sebanyak 33 dari seluruh lokasi yang dicek tersebut, katanya, ditemukan menjual latiao sebanyak 77.219, dan 750 telah diambil sampelnya.
Taruna menyebutkan tindakan tersebut diambil guna mencegah lebih banyak keracunan orang. Pada uji laboratorium mereka, selanjutnya, ditemukan bakteri Bacillus Cereus.
“Tapi bisa jadi karena dia risiko tinggimuncul bakteri-bakteri lain. Mungkin salmonella, mungkin jamur atau jamur. Dan ini bisa berdampak pada sistem syaraf, bisa berdampak pada sistem metabolisme kita yang disebut dengan kegagalan sistem hepatik,” tuturnya di Jakarta, Senin (4/11) seperti dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan kemasan pangan terbagi dalam dua kategori yaitu risiko tinggi dan rendah. Ikrar mengatakan untuk pangan kemasan dengan risiko rendah misalnya makanan industri rumah tangga yang sensitif terhadap sejumlah hal seperti waktu yang dapat membusuk dalam 1-2 hari.
Sementara itu pangan kemasan berisiko tinggi, contohnya yang dikemas kemudian diekspor.
Dia menyebutkan pada awalnya latiao dianggap sebagai pangan dengan kemasan berisiko rendah. Namun, ternyata latiao merupakan kemasan pangan dengan risiko tinggi, sehingga tindakan pencegahan pun dilakukan.
Dia pun mengingatkan masyarakat untuk tidak mengonsumsi makanan kemasan impor dari China tersebut.
Sebelumnya BPOM menyatakan mereka menerima laporan keracunan akibat latiao, pangan olahan asal China, dari tujuh wilayah, yaitu Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, dan Pamekasan.
Dari 73 produk latiao yang teregistrasi dan sebanyak empat terbukti mengandung bakteri.
Langkah-langkah yang mereka tempuh sebagai koreksi, yakni berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk menghentikan penjualan latiao secara berani serta menarik dan memetakan produk yang menyebabkan KLBKP.
(ANTARA/anak)