Jakarta, CNN Indonesia —
Andre RosiadeKetua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Keluarga Minang (IKM), menyampaikan polemik razia rumah makan padang non Minang yang terjadi beberapa waktu lalu. Menurut dia hal itu tidak dapat dibenarkan dan masyarakat boleh berjualan masakan padang.
“Saya ingin menyampaikan hal itu tidak benar dan juga tidak boleh hal itu terjadi karena sekali lagi, bahwa hak setiap warga negara untuk boleh berjualan nasi padang,” kata Andre dalam video yang diunggah akun X @IKMpusat pada Kamis (31/10).
Menurut dia masakan padang sudah menjadi kekayaan kuliner khas Indonesia sehingga siapa pun, warga mana pun, etnis apa pun tidak boleh dilarang memasak atau menjual masakan padang.
Andre kemudian juga menjelaskan terkait isu lisensi restoran padang yang dikeluarkan IKM. Kata dia memastikan lisensi dari IKM hanya dalam rangka cita rasa dan prosesnya disebut gratis.
“Lisensi itu dikeluarkan oleh IKM. Pertama, tidak dipungut biaya. Yang kedua, lisensi itu dalam rangka untuk memastikan cita rasa. Cita rasa bahwa masakan padang itu sesuai dengan ciri khas rasa padangnya,” ujar dia.
Andre menegaskan restoran padang boleh dimiliki masyarakat yang bukan orang Minang. Setiap masyarakat Indonesia bisa memasak masakan padang, bisa menjual masakan padang dan tidak ada larangan.
Jadi saya minta polemik ini kita hentikan, tidak perlu diperpanjang. Soal urusan razia itu tidak benar dan tidak diperbolehkan, katanya.
“Yang kedua soal lisensi itu berbayar, itu tidak benar. Itu gratis dan lisensi itu dikeluarkan IKM hanya dalam rangka menjaga cita rasa bukan untuk melarang orang di luar masyarakat Minang atau Sumatera Barat untuk berjualan,” ucap Andre.
Sebelumnya sempat viral aksi razia yang dilakukan Ormas Perhimpunan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC). Mereka mendatangi rumah makan padang yang pemiliknya tak berasal dari Padang.
Kasus ini telah diselesaikan Polres Cirebon yang membantu kedua belah pihak mencapai kesepakatan bersama. Menurut Kapolresta Cirebon Kombes Pol Sumarni, PRMPC dan pemilik rumah makan sepakat tak lagi ada penggunaan istilah 'Padang Murah' karena bisa menimbulkan persepsi negatif bagi rumah makan Padang lainnya.
“Kedua belah pihak sudah di mediasi dan membuat surat kesepakatan,” ujar Sumarni, Rabu (30/10) seperti dikutip dari detikJabar.
“Dari PRMPC juga sepakat boleh menjual dengan harga berapa pun, tetapi tidak boleh menggunakan label paket Rp 10.000 atau paket Rp 8.000 dan penambahan tulisan 'Padang atau Minang' karena akan menghancurkan rumah makan Padang lain,” tambahnya.
(fea)