Jakarta, CNN Indonesia —
Kepolisian telah melakukan mediasi terkait polemik razia rumah makan Padang non-Minang yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Aksi viral sebelumnya Perkumpulan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC) yang melarang orang non-Minang berjualan masakan khas Sumatera Barat tersebut.
Kapolresta Cirebon Kombes Pol Sumarni mengatakan kedua belah pihak, baik PRMPC maupun pemilik rumah makan, telah mencapai kesepakatan bersama. Dari mediasi yang dilakukan, kata dia, PRMPC dan non-Minang yang memiliki usaha kuliner itu sepakat untuk tak ada lagi istilah 'Padang Murah' karena bisa menimbulkan persepsi negatif dan berdampak pada rumah makan Padang lainnya
“Kedua belah pihak sudah di mediasi dan membuat surat kesepakatan,” ujar Sumarni, Rabu (30/10) seperti dikutip dari detikJabar.
“Dari PRMPC juga sepakat boleh menjual dengan harga berapa pun, tetapi tidak boleh menggunakan label paket Rp 10.000 atau paket Rp 8.000 dan penambahan tulisan 'Padang atau Minang' karena akan menghancurkan rumah makan Padang lain,” tambahnya.
Pada kesempatan itu, Sumarni pun membantah informasi yang juga sempat viral bahwa ada larangan menjual masakan Padang bagi orang non-Minang yang diduga dilakukan oleh Perkumpulan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC) di Cirebon. Sumarni menyampaikan setelah melakukan verifikasi langsung dengan pihak PRMPC, tindakan tersebut tidak berkaitan dengan larangan tersebut.
Berdasarkan keterangan PRMPC, keluhan utama sebenarnya berkaitan dengan banyaknya rumah makan yang menjual masakan Padang dengan harga yang sangat murah. PRMPC merasa hal tersebut berpotensi merugikan rumah makan Padang lain dan dapat mengancam keberlangsungan usaha mereka.
“Ternyata PRMPC merasa keberatan karena banyaknya harga jual makanan Padang yang relatif sangat murah sehingga mengirimkan surat ke manajemennya (rumah makan). PRMPC khawatir rumah makan Padang murah sampai mematikan rumah makan Padang Lain,” katanya.
Namun demikian, narasi yang beredar di media sosial seolah menunjukkan PRMPC melarang penjualan masakan Padang bagi orang non-Minang, yang menurut Sumarni, adalah keliru. PRMPC menyatakan bahwa siapa pun memiliki hak untuk menjual masakan Padang.
Sementara itu, pemilik rumah makan yang menjadi perhatian dalam video viral tersebut, Mohamad Fauzan, menyatakan melewatkannya tidak akan mempersoalkan kejadian ini lebih lanjut. Menurutnya, dinamika seperti ini adalah hal biasa dalam dunia bisnis.
“Respon cepat ini menjadi upaya kami mengantisipasi adanya pihak-pihak yang akan memanfaatkan situasi untuk menimbulkan gangguan Kamtibmas,” ungkapnya.
Kabar ini mulai menjadi sorotan setelah video yang menampilkan pencopotan label “Masakan Padang” di salah satu rumah makan di Desa Sukadana, Kecamatan Pabuaran, Cirebon, menjadi viral di media sosial. Video tersebut menimbulkan banyak spekulasi di kalangan warganet yang menganggap aksi ini terkait persaingan bisnis kuliner.
Baca berita lengkapnya di sini.
(tim/anak)