Denpasar, CNN Indonesia —
Adu argumentasi antara calon wakil gubernur Bali nomor 1, Putu Agus Suradnyana dan nomor 2, I Nyoman Giri Prasta terkait keberadaan vila milik Warga Negara Asing (WNA) menuat dalam perdebatan Pilgub Bali 2024.
Awalnya Suradnyana bertanya kepada Giri Prasta terkait kepemilikan vila ilegal oleh WNA dengan modus meminjam nama warga lokal atau nominee di Pulau Dewata.
“Vila-vila pembohong yang di Bali dimiliki dan disewakan kembali oleh orang asing tanpa membayar pajak dan ada istilah nominee di dalamnya. Saya minta pendapat paslon 2 menyangkut nominee itu,” kata Surdyana dalam debat perdana, di Hotel Prime Plaza, Sanur, Kota Denpasar , Bali, pada Rabu (30/10) malam.
Pertanyaan itu langsung direspon. Giri Prasta mengatakan akan membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang nominee untuk mengatasi vila-vila milik WNA yang meminjam nama warga lokal.
“Bertalian dengan perda nominee, memang vila-vila ilegal itu, dia (WNA) bisa menggunakan Wechat wechat di negaranya sendiri, dia bisa bertransaksi. Sehingga ketika datang ke Bali ini, dia bilang bahwa itu keluarganya, itu satu,” ujarnya.
“Kedua, penanaman modal asing (PMA) susah untuk kita mencari, karena itu ke depan (jika) Koster-Giri ini pilihan kami sudah memastikan yang pertama yang harus kami buat adalah perda nominee. Ini harus melibatkan Kemenkumham, Forkopimda provinsi, kabupaten, dan kota untuk menyusun calon perda,” ujarnya.
Giri mengklaim sampai saat ini belum ada yang bisa untuk mendokumentasikan persoalan kasus vila nominee tersebut.
Karena apa, sebelum ini tidak ada yang bisa di Indonesia ini untuk memahami masalah kasus-kasus nominee ini. Itulah sebabnya kami mengajak semua anak bangsa terutama generasi muda yang ada di Pulau Bali ini dan yang ada di universitas mari ke depan untuk melaksanakan literasi digital.Saya kira itu,' katanya.
Suradnyana tidak puas dengan jawaban Giri. Menurutnya, Giri keliru jika ingin membuat Perda untuk mengatasi masalah vila-vila nominee alias milik WNA tetapi atas nama warga Bali.
“Kalau untuk nominee, kalau itu di perda-kan berarti itu melegalkan yang ilegal. Sebab, kalau penanaman modal yang nilainya lebih dari Rp10 miliar sudah ada aturannya, itu sudah ada dalam bentuk PMA. Tapi kalau bicara hak sewa tanah orang asing ada batasannya, kalau ini dibiarkan milik orang asing, dilegalkan, bisa habis tanah di Bali milik orang asing,” ujarnya.
Giri kembali menanggapi tanggapan Surdnyana tersebut. Ia menjelaskan bahwa WNA memiliki hak pengelolaan, hak guna usaha, serta hak sewa. Oleh karena itu, kata Giri, memerlukan peraturan untuk menertibkan masalah vila nominee ini.
“Ini sudah diatur oleh peraturan, yang kedua di atas Rp 10 miliar itu bisa dia berusaha karena ini Undang-undang. Kalau ini kita larang berarti kita melanggar konstitusi yang ada cara melawan hukum kan mudah jangan dilanggar, maka dari itu perda nominee merupakan sebuah solusi , ” katanya.
(kdf/fra)