Jakarta, CNN Indonesia —
Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga mengklaim Ipda Rudy Soik mendapat sanksi penghentian dengan tidak hormat (PTDH) bukan imbas dari penyelidikan kasus mafia Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar di NTT.
Daniel menjelaskan Rudy dipecat karena akumulasi pelanggaran selama bertugas. Ia menjelaskan Rudy melakukan empat pelanggaran disiplin/etik sebelum dipecat dari kepolisian.
Daniel mengklaim pelanggaran etika pertama yang dilakukan Rudy adalah menangkap sedang karaoke saat jam dinas bersama 3 anggota polisi lain.
Nah, ketika ditangkap, mereka sedang duduk berpasangan, memainkan hiburan dan kemudian minum-minuman beralkohol, kata Daniel dalam rapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/10).
Daniel menyebut pelanggaran etik tersebut kemudian dijatuhi hukuman berupa permintaan maaf dan penempatan khusus selama 7 hari.
Ia menyebut dari keempat anggota polisi yang dijatuhi sanksi minta maaf dan penempatan khusus itu hanya Rudy yang tidak menerima dan mengajukan banding.
“Dan pada saat sidang banding menurut hakimnya, bahwa yang bersangkutan tidak kooperatif dan semuanya membantah atas apa yang dilakukan tindakan OTT oleh anggota Propam,” ujarnya.
“Sehingga putusan memberatkan dan menambah putusan sebelumnya,” sambungnya.
Lebih lanjut, Daniel meminta Rudy kemudian melakukan inisiatif untuk melakukan penyelidikan mafia BBM setelah dijatuhi sanksi etik tersebut.
Daniel menyebut permulaan penyelidikan tersebut sebagai upaya pembingkaian atas permasalahan pelanggaran etika yang terjadi.
“Selalu mengakui bahwa tindakan di karaoke ini adalah dalam rangka anev (analisis dan evaluasi) kasus BBM. Kemudian selalu mengatakan bahwa karaoke ini adalah tempat safehouse mereka untuk rapat,” katanya.
Tak hanya itu, Daniel menjelaskan Rudy turut memfitnah Propam yang memeriksa dirinya menerima setoran dari mafia BBM. Fitnah itu kemudian membuat Rudy kembali menerima sanksi etik.
Daniel menuturkan Rudy juga kembali dijatuhi hukuman etik dengan beberapa kali ditemukan tidak berdinas selama 3 hari berturut-turut dengan terbang ke Jakarta.
Terakhir, kata Daniel, Rudi akhirnya dipecat karena menyalahi SOP penyidikan dengan memberikan garis polisi terhadap drum-drum yang diduga terkait mafia BBM.
“Pelanggaran SOP yang melakukan tindakan penyidikan tanpa administrasi penyidikan dan tanpa prosedur yang dikenakan tindakan KKEP dan itulah yang disidangkan dan dipotong untuk Ipda Rudy Soik tidak layak dipertahankan menjadi anggota Polri,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Rudy Soik buka suara atas sanksi pemecatan atau Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) usai mengungkap kasus mafia Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar.
Rudy yang sebelumnya bertugas sebagai KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota mengaku kaget atas hukuman pemecatan terhadap dirinya. Ia pun menyebut sanksi pemecatan ini adalah sesuatu yang menjijikkan.
“Masa saya hanya memasang garis polisi terkait mafia minyak menggunakan barcode nelayan kok saya disidang PTDH. Saya juga kaget dengan keputusan ini, tapi tidak apa-apa, sebagai warga negara yang taat terhadap aturan, maka saya ikuti proses. Artinya keputusan itu belum bersifat final . PTDH itu juga adalah hal yang bagi saya sangat menjijikkan,” kata dia seperti dikutip dari detik.comSenin (14/10).
Saat proses sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polda NTT, ia memilih untuk hadir pada sidang putusan pada Jumat (11/10). Menurut Rudy, sidang KKEP itu hanya menekankan pada proses pemasangan garis polisi yang menyalahi prosedur.
“Saya merasa benar-benar tertekan dalam memberikan keterangan saat itu. Contohnya dalam pemasangan garis polisi itu kan ada rangkaian cerita dari tanggal berapa dan seterusnya, tetapi mereka (pimpinan sidang) justru paksa saya agar menceritakan hanya di tanggal 27 (Juni 2024),” tutur Rudy.
“Seharusnya komisi sidang menanyakan kenapa saya memasang garis polisi, itu yang harusnya mereka minta saya untuk menjelaskan, tapi saya sama sekali tidak diberikan ruang untuk menjelaskan sampai akhir, jadi hanya berpatokan pada tanggal 27 itu,” imbuhnya.
(mab/fra)