Jakarta, CNN Indonesia —
Sejumlah pengamat menilai pengaruh Presiden ke-7 RI Joko Widodo terhadap Presiden Prabowo Subianto akan meluntur seiring berjalannya waktu. Jokowi sudah lengser dari jabatan presiden per hari ini.
Kedekatan Jokowi dengan Prabowo terbangun setelah Pilpres 2019. Jokowi merangkul saingannya itu untuk menjadi menteri pertahanan. Gerindra yang sebelumnya memiliki kekuatan utama oposisi dan merapat ke pemerintahan.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI
Pada Pilpres 2024, Prabowo kembali mencalonkan diri. Dia menunjuk anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden.
Jokowi memang tak pernah menyatakan gamblang mendukung Prabowo. Namun, para loyalis Jokowi merapat ke barisan Prabowo-Gibran.
Pada persiapan kabinet baru, Prabowo menyertakan belasan loyalis Jokowi. Beberapa orang Jokowi yang menjadi calon menteri Prabowo adalah Budi Arie Setiadi, Zulkifli Hasan, Bahlil Lahadalia, hingga Sri Mulyani.
Sebagian masyarakat menilai Jokowi sedang menjaga pengaruhnya di pemerintahan baru. Namun, pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai pengaruh itu tidak akan bertahan lama.
“Fenomena kekuasaan presiden kita ini memang akan meluntur sesuai dengan berjalannya waktu. Pak SBY saja ketua partai dulu itu tidak tampak sama sekali pengaruhnya karena memang izinnya sudah berkurang,” kata Asrinaldi kepada CNNIndonesia.com, Minggu (20/10).
“Apalagi Pak Jokowi, dia tidak punya partai politik,” ucapnya.
Asrinaldi mengatakan memang masih akan ada pengaruh Jokowi dalam pengambilan kebijakan. Namun, hal itu tidak menjadi lebih besar karena Jokowi hanya bisa menitipkan ke orang-orangnya yang menjabat menteri.
Selain itu, Asrinaldi melihat peran Gibran tidak akan signifikan dalam pemerintahan baru. Menurutnya, Prabowo akan membatasi ruang gerak Gibran.
Gibran sendiri dengan kasus yang ada pada dirinya dan Pak Prabowo pasti tahu itu juga bisa jadi posisi untuk bisa mengelak dari tekanan-tekanan Pak Jokowi, ucapnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago juga meramalkan hilangnya kekuasaan Jokowi atas Prabowo. Faktor terbesarnya adalah Jokowi tak punya partai.
Menurut Arifki, hal itu membuat Jokowi tak punya daya tawar yang kuat. Dia berkata kepada Jokowi, tak lagi bisa banyak mengatur pemerintahan.
“Ya meskipun ada, misalnya ada beberapa agenda, yang mungkin Pak Jokowi mungkin dia hanya bisa mengusulkan, mengomunikasikan, mungkin menitipkan juga menitipkan lewat menteri beliau yang dulu, tapi tentu saja kan mereka juga anak buah Pak Prabowo,” ucap Arifki.
Meski begitu, Jokowi masih bisa punya peran bila mendapat posisi strategis. Entah menjadi koalisi di pemerintahan ataupun memimpin partai politik.
“Karena kan secara kultur Pak Jokowi ini masih punya magnet. Maka tergantung Pak Jokowi mau lewat mana. Tentu partai-partai yang masih kuat ya. Kalau ingin kuat, Golkar salah satunya,” ujarnya.
(dhf/ugo)