Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman menegaskan peraturan Undang-undang hingga peraturan daerah yang berlaku saat ini tidak memungkinkan untuk terwujudnya program transmigrasi dari luar Pulau Papua ke Pulau Papua.
Iftitah pun menegaskan program transmigrasi dari luar pulau Papua ke Papua juga sudah tidak dilakukan sejak tahun 2004.
“Penempatan kepala keluarga transmigran dari luar Papua ke Papua saat ini sudah tidak memungkinkan lagi,” kata Iftitah dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/11).
Iftitah menjelaskan program transmigrasi yang masih mungkin dilakukan di Pulau Papua hanya sebatas program transmigrasi lokal dan revitalisasi kawasan transmigrasi.
Transmigrasi lokal yang dimaksud Iftitah adalah transmigrasi perpindahan penduduk sebatas di Pulau Papua, semisal warga dari Manokwari pindah ke Merauke atau dari Sorong ke Nabire.
Oleh karena itu, Iftitah menyebut Kementerian Transmigrasi lebih memprioritaskan kedua program tersebut.
“Kami juga akan melakukan peningkatan status kawasan transmigrasi menjadi mandiri dan berdaya saing,” ujar dia.
“Kedua, melanjutkan transmigrasi yang tidak sentralistik sesuai semangat otda pasca reformasi. Jika dibutuhkan sekali lagi kami sampaikan jika diperlukan transmigrasi yang akan dilakukan adalah transmigrasi lokal,” sambungnya.
Iftitah menyampaikan bahwa fokus Kementerian Transmigrasi ke depan yaitu akan melakukan revitalisasi kawasan yang sudah ada terlebih dahulu.
Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Ia menyebut bahwa terdapat sekitar 45 kawasan transmigrasi yang akan dilakukan revitalisasi.
“Revitalisasinya itu dalam bentuk, misalkan peningkatan sarana-prasarananya. Kemudian, pendidikan dan kesehatannya, hal-hal yang memang perlu dilengkapi, sehingga orientasinya berorientasi pada kesejahteraan, bukan lagi kepada transformasi penduduknya dulu. Tapi fokusnya dulu adalah pada kesejahteraan,” ujar Iftitah saat sesi doorstop setelah rapat.
Ia memastikan bahwa fokus program transmigrasi ke depan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memeratakan perekonomian nasional, bukan hanya terkait dengan perpindahan penduduk semata.
Pihaknya akan memprioritaskan transmigrasi lokal yaitu memanfaatkan perpindahan penduduk yang berada di dalam provinsi tersebut, bukan dari provinsi lain ke provinsi tertentu.
“Ke depan itu lebih kepada desentralisasi sesuai dengan kesepakatan otonomi daerah. Jadi, sistemnya dari bawah ke ataskalau misalkan ada permintaan itulah yang nanti akan kita lakukan,” ujar Iftitah.
Ia mengatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan kajian terhadap program transmigrasi ini pada tahun 2025.
Untuk akhir 2024 ini, contohnya misalkan ada penempatan 121 kepala keluarga. Dari 121 kepala keluarga itu, sebanyak 53 kepala keluarga atau sekitar 50 persen berasal dari penduduk setempat. Jadi, bukan dari provinsi atau pulau lainnya. contohnya itu di Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sumatera Barat,” ujar Ifititah.
Kementerian Transmigrasi berkomitmen dan fokus terhadap penyelesaian masalah transmigrasi, terutama terkait dengan inventarisasi atau pencatatan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Transmigrasi di seluruh Indonesia.
“Saya sudah sampaikan bahwa kami akan melakukan revitalisasi kawasan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Kita punya 3,1 juta hektar itu HPL. Itu sudah diberikan kepada para transmigran dalam SHM (Surat Hak Milik). Nah sisanya berapa yang sedang kita kejar,” ujar Iftitah.
Diberikan AntaraIftitah sebelumnya mengaku ada Arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan program transmigrasi ke wilayah Indonesia Timur terutama Papua.
Ia mengklaim program itu untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan.
“Agar Papua betul-betul menjadi bagian utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam konteks nasional persatuannya, dalam konteks lebih besar,” kata Iftitah, Senin (21/10).
Rencana program transmigrasi ini dikabarkan telah memicu gelombang permintaan sejumlah kalangan di Papua. Penolakan juga dilaporkan turut disuarakan oleh kalangan pelajar di Kota Jayapura, Papua.
(mba/gil)