Jakarta, CNN Indonesia —
Kuasa hukum Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), Ari Yusuf Amir membantah pernyataan Kejaksaan Agung bahwa kliennya ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan 2015-2016 meneken kebijakan impor gula saat stok gula nasional surplus.
“Tidak, tidak pernah ada (surplus gula). Kita itu tidak pernah surplus gula kita. Jadi, kalau ada laporan seperti itu, itu laporan yang salah,” kata Ari dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Senin (4/11).
Ari juga membantah pernyataan Kejagung bahwa PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berstatus perusahaan swasta. PT PPI menyebut Kejagung sebagai perusahaan yang ditunjuk Tom untuk melakukan impor gula.
Dia berkata PT. PPI adalah perusahaan BUMN yang sejak dulu ditunjuk oleh para menteri Perdagangan sebelumnya untuk melakukan impor gula.
Tom disebut hanya penandatanganan surat menyurat antara Mendag sebelumnya dengan PT PPI. Atas dasar itu, Ari menilai proses penyidikan yang dijalani Kejagung dalam kasus ini seharusnya juga menyasar para Menteri Perdagangan sebelumnya yang juga mengimpor gula.
“Jadi, Menteri sebelumnya sudah ada surat yang menyurat dengan PPI. Ketika Pak Tom masuk, PPI menyetujui surat tersebut dan dijawab oleh Pak Tom,” tutur dia.
Terlebih lagi, kata dia, dalam surat penyidikan yang ditunjukkan Kejagung tertulis tempo de licti kasus ini terjadi sejak 2015 hingga 2023.
“Berarti kalau investigasian ini menyebutkan sampai 2023, maka sudah selayaknya sekarang kawan-kawan media menanyakan menteri-menteri yang lain sudah diperiksa belum?” tutur Ari.
“Karena penyidikannya mengatakan 2015 sampai 2023, berarti menteri-menteri yang lain juga sudah ada yang dimintai keterangan walaupun mungkin sebagai saksi,” sambungnya.
Dalam kasus ini Dirut PT. PPI berinisial CS juga dijerat jadi tersangka. PPI disebut Kejagung sebagai salah satu perusahaan swasta yang diberikan izin oleh Tom untuk impor gula.
Kebijakan Tom tersebut diukur melalui Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, yang mengatur bahwa impor gula kristal putih (GKP) hanya diperbolehkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dugaan korupsi bermula karena Tom diduga menyalahgunakan izin dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi GKP kepada pihak yang tidak berwenang.
Menurut hasil Rapat Koordinasi (Rakor) antar menteri pada 12 Mei 2015, saat itu Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Tom justru memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada perusahaan swasta untuk diolah menjadi GKP.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar menyebutkan bahwa izin impor yang dikeluarkan oleh Tom tidak melalui Rakor dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
“Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan Tersangka TTL memberikan izin persetujuan impor (PI) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton,” jelas Qohar dalam konferensi pers, Selasa (29/10).
PT PPI diduga mendapat fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah gula sebesar Rp105 per kilogram.
Kasus ini diperkirakan merugikan keuangan negara sejumlah Rp400 miliar.
Tom Lembong dan tersangka CS disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Keduanya langsung ditahan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba.
(mab/wis)