Jakarta, CNN Indonesia —
Saudara kandung dari mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Rafael Alun Trisambodo mengajukan persetujuan ke pengadilan atas tindakan perampasan aset yang dilakukan KPK terkait penanganan kasus korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sidang perdana permohonan tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat hari ini, Kamis (17/10).
Bahwa pada hari ini, Kamis, 17 Oktober 2024, sekitar pukul 12.00 WIB bertempat di ruang sidang Kusumatmaja Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sejumlah Jaksa Penuntut Umum KPK hadir di konferensi sebagai pihak termohon atas permohonan terhadap persetujuan perampasan aset-aset milik terpidana korupsi gratifikasi dan TPPU atas nama Rafael Alun Trisambodo yang telah berkekuatan hukum tetap,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Kamis (17/10).
Permohonan persetujuan tersebut diajukan oleh tiga pelamar yang merupakan kakak dan adik Rafael. Yakni Petrus Giri Hesniawan (Pemohon I), Markus Seloadji (Pemohon II), dan Martinus Gangsar (Pemohon III). Ada korporasi juga yang menjadi pelamar yaitu CV Sonokoling Cita Rasa.
Tessa menjelaskan pengajuan permohonan tersebut didasari atas penyampaian dan perampasan sejumlah aset dalam kasus Rafael.
Dari CV Sonokoling Cita Rasa, disita dan dirampas satu unit mobil Innova dengan Nopol: AB 1016 IL dan satu unit mobil Grand Max Nopol: AB 8661 PH.
Sedangkan dari Pemohon I-III disita dan dirampas uang di Safe Deposit Box (SDB) Rafael sebesar Euro9.800; Dosa$2.098.365; US$937.900. Kemudian perhiasan di SDB Rafael berupa 6 buah cincin, 2 kalung sepanjang liontin, 5 pasang anting, dan 1 buah liontin.
Selanjutnya rumah di Jalan Wijaya Kebayoran; rumah Srengseng dan Ruko di Meruya; dua unit kios di Kalibata City, Tower Ebony, Lantai GF Blok E Nomor BM 08 dan Nomor BM 09; dan satu unit mobil VW Caravelle Nopol AB 1253 AQ.
Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara terdiri dari ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika dengan anggota Toni Irfan dan Alfis Setyawan. Panitera Pengganti Khairuddin.
“Adapun acara konferensi permohonan hari ini adalah pembacaan permohonan oleh para pemohon, dan setelah dibaca permohonankan maka sidang ditunda dan akan dibuka kembali pada hari Kamis tanggal 31 Oktober 2024 dengan acara tanggapan termohon,” terang Tessa.
Ditemui usai sidang, Jaksa KPK Rio Frandy menilai permohonan tersebut secara formil dan materiel sudah seharusnya ditolak.
“Karena jika para pihak memang beritikad baik, seharusnya permohonan diajukan sejak setelah putusan tingkat pertama dibacakan, bukan dikeluarkan saat ini setelah aset-aset tersebut dieksekusi,” kata jaksa di PN Jakarta Pusat.
“Bahkan, berdasarkan keputusan pengadilan, aset-aset yang dimohonkan keberatan tersebut nyata-nyata terbukti sebagai hasil TPPU yang sudah seharusnya dirampas untuk negara,” sambungnya.
Meski begitu, Jaksa KPK secara lengkap akan menyampaikan kepada majelis hakim dalam agenda permintaan permohonan pada persidangan selanjutnya.
Rafael Alun tetap divonis dengan pidana 14 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia juga dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp10.079.095.519 subsider tiga tahun penjara.
Rafael dinilai terbukti menerima gratifikasi dan melakukan TPPU sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU 25/2003 tentang TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK, Rafael dipanggil bersama-sama dengan istrinya Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya sejumlah Rp16,6 miliar.
Penerimaan gratifikasi tersebut melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo. Hal tersebut berkaitan dengan jabatan dan pertentangan kewajiban dengan atau tugas Rafael.
Selain gratifikasi, Rafael bersama-sama Ernie juga melakukan TPPU dalam periode 2003-2010 sebesar Rp5,1 miliar dan penerimaan lainnya sejumlah Rp31,7 miliar.
Berikutnya, periode 2011-2023 sebesar Rp11,5 miliar dan penerimaan lainnya berupa Sin$2.098.365 dan US$937.900 serta sejumlah Rp14,5 miliar.
Rafael menempatkan harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana dalam penyedia jasa keuangan. Ia juga membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan, kendaraan roda dua dan empat, hingga perhiasan.
(ryn/wis)