Jakarta, CNN Indonesia —
Kuasa hukum tersangka Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembongmengatakan kliennya akan diperiksa lagi pada Selasa (5/11) terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016.
“Rencana pemeriksaan selanjutnya pada hari Selasa,” kata kuasa hukum Ari Yusuf Amir di Gedung Kejaksaan Agung pada Jumat (1/11), diberitakan Antara.
Tom Lembong telah diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jumat (1/11). Sebelum ditetapkan tersangka dia pernah tiga kali diperiksa sebagai saksi sejak tahun 2023.
Ari menjelaskan selama pemeriksaan pada hari Jumat sepanjang jam 10, Tom Lembong ditanya mengenai surat-surat yang pernah dia buat saat dikeluarkan dan surat-surat apa saja yang masuk.
Menurut Ari kliennya sudah menegaskan semua kebijakan selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan melalui prosedur yang benar dan tidak mempunyai kepentingan terhadap kebijakan impor gula.
“Beliau tidak menerima fee, tidak menerima keuntungan baik untuk dirinya atau orang lain. Jadi, tidak ada yang perlu memaksakan, dia tegaskan seperti itu,” kata Ari.
Menurut Kejagung pada Januari 2016 Tom Lembong menandatangani surat pengugasan pada Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk melakukan memanaskan stok gula nasional dan stabilitas harga melalu kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300.000 ton.
PPI juga membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan. Kejagung menyebut untuk memenuhi stok gula dan stabilisasi harga seharusnya yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang dapat dilakukan hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PPI.
Namun dengan sepengetahuan dan persetujuan tersangka Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah itu ditandatangani. Delapan perusahaan yang ditugaskan mengolah gula kristal mentah itu sejatinya juga hanya memiliki izin untuk memproduksi gula rafinasi.
Hasil produksi gula kristal putih dari delapan perusahaan kemudian dibuat seolah-olah dibeli PPI. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.
PPI dikatakan mendapat upah Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan yang terlibat. Negara mengatakan kerugian kurang lebih Rp400 miliar dari perbuatan tersebut, yakni nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik BUMN atau PT PPI.
(fea/fea)