Jakarta, CNN Indonesia —
Sejumlah anggota DPR blak-blakan soal modal maju menjadi calon anggota legislatif pada Pemilihan Umum (pemilu) 2024 lalu. Mereka mengeluhkan soal sistem pemilu hingga praktik politik uang yang kian tak terhindarkan.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Badan Legislasi (Baleg) DPR, anggota Fraksi NasDem, Muslim Ayub mengungkap modal maju sebagai caleg DPR di atas Rp20 miliar. Dengan jumlah itu, dia meyakini para anggota DPR saat ini masih memiliki utang.
“Mohon maaf rata-rata kita tidak menghabiskan uang sedikit. Minimal Rp20 miliar ke atas. Enggak ada yang Rp10 miliar,” kata Muslim dalam rapat.
Muslim bercerita bahwa di daerah pemilihannya (dapil), Aceh, untuk satu suara bisa mendapat hadiah Rp200 ribu. Kondisi itu diperburuk dengan praktik politik uang yang juga didukung oleh penyelenggara pemilu, mulai tingkat kecamatan, kabupaten, hingga KPU.
“Kami jujur ya, kalau di Aceh itu luar biasa. Kalau bilang kejam, sangat. Malah per satu satu suara dihitung Rp200 ribu. Coba bayangkan,” katanya.
Muslim karena itu mengusulkan perubahan sistem pemilu. Dia mengusulkan agar pemilu digelar per 10 tahun, dan sistem pemungutan suara dilalukan melalui e-voting. Dia memahami penggunaan e-voting bisa menekan praktik politik uang di antara penyelenggara pemilu.
“Sistemnya tadi saya katakan, yang pertama memang kita berharap sistemnya tadi e-voting. Saya kebetulan di Muhammadiyah. Kami jam 8 memilih ketua, jam 2 sudah tahu hasilnya,” kata dia.
Anggota Baleg DPR dari Gerindra, Darori Wonodipuro berkelakar bahwa para anggota DPR yang terpilih saat ini masih berpikir untuk mengembalikan modal maju menjadi caleg.
Darori menjelaskan bahwa faktanya politik uang dalam pemilu saat ini tidak dapat dihindari. Praktik tersebut juga didukung dengan celah aturan KPU. Berdasarkan hasil survei, 78 persen masyarakat memilih dengan menerima amplop.
“Tapi anehnya, PKPU sekarang memberi peluang bagi calon kepala daerah boleh senilai Rp100 ribu membeli suvenir, ini akan membuka peluang yang enggak pas begitu. Kasih beras, sarung, dan seterusnya,” kata dia.
(thr/tidak)