Surabaya, CNN Indonesia —
Rektor Universitas Airlangga (Unair) M Nasih memerdekakan pelajarnya Untuk menyampaikan kritik dan pendapat, hal itu dilakukan atas nama pribadi, tidak membawa nama institusi kampus, termasuk di media sosial.
Hal itu disampaikan Nasih usai Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Unair melakukan kritik ke pelantikan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam bentuk karangan bunga. Buntutnya BEM FISIP Unair sempat dibekukan.
“Kalau ada ide, kritik atau apapun namanya, jadi kalau itu menjadi masalah pribadi, atau kelompok atau mungkin kepentingan politik atau tataran tertentu, jangan gunakan fasilitas dan atau media resmi universitas. Itu menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing,” kata Nasih ditemui di Kampus B Unair, Selasa (29/10).
Mahasiswa, kata dia, memang punya hak untuk menyampaikan pendapatnya. Namun, pihak dekanat juga memastikan kewenangan sikap civitasnya tidak keluar dari etika akademik.
“Kita tentu saling menghormati, hak dan kewenangan masing-masing. Mahasiswa punya hak untuk menyampaikan pendapatnya. Kita, dekanat sebetulnya tidak ada maksud untuk memanaskani atau apapun,” ucapnya.
Nasih mengaku telah mendengarkan penjelasan mengapa pengurus BEM sempat ditahan. Menurutnya kritik yang disampaikan BEM FISIP, kelewatan karwna menggunakan bahasa sensitif. Dan kejadiannya pula, hal itu dilakukan atas nama lembaga secara resmi.
“Ada pendapat-pendapat yang sifatnya pribadi apalagi itu sifatnya sangat sensitif, maka sebaiknya tidak menggunakan saluran resmi,” ucapnya.
Sekali lagi Nasih meminta agar mahasiswa tidak mengatasnamakan institusi kampus dan tidak menggunakan media sosial resmi lembaga, saat menyampaikan pendapat. Sebab menurutnya, jika pendapat yang disampaikan bermasalah, maka kampus atau dalam hal ini Unair lah yang akan menerima imbasnya.
“Artinya kawan-kawan mahasiswa bebas mengungkapkan apa aja tapi enggak perlu melibatkan institusi sebagai media,” tutur Dja.
Hal ini, kata Nasih, bukanlah sebuah bentuk pembungkaman ke mahasiswa. Menurutnya, pendapat atau kritik itu sebaiknya disalurkan atas nama pribadi saja.
“Ini yang menurut saya harus ditemukan, artinya enggak ada upaya apa pun untuk membungkam, mau apa mau apa. Mau ngomong apa saja silakan, tapi gunakanlah saluran-saluean yang praktis dan cara-cara praktis,” ucapnya.
Nasih juga menegaskan Rektorat ikut tak mengintevensi Dekanat FISIP Unair saat membekukan BEM. Menurutnya kebijakan tersebut menjadi sepenuhnya kewenangan dekanat.
“Kalau soal pembekuan itu urusan murni ada di dekanat, dan kebijakan murni dekanat, kita mendorongnya win win solution di antara kawan-kawan di BEM dan dekanat,” tuturnya.
Sebelumnya, BEM FISIP Unair sempat ditahan di dekanat gunungnya setelah memasang karangan bunga bernada sindiran yang mengancam pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Selasa (22/10).
Karangan bunga itu ditempatkan di Taman Barat FISIP Unair dengan tulisan, 'Selamat atas dilantiknya Jenderal Bengis Pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3, sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi'.
Kemudian, terdapat foto Prabowo dengan keterangan 'Jenderal TNI Prabowo Subianto Djojohadikusumo (Ketua Tim Mawar)' dan foto Gibran dengan keterangan 'admin Fufufafa'. Lalu, tertulis karangan bunga itu dari 'Mulyono, bajingan penghancur demokrasi'.
Pengurus BEM FISIP kemudian dimintai keterangan Komisi Etik Fakultas, Jumat (25/10) pagi. Sore harinya, Dekanat FISIP Unair secara resmi membekukan kepengurusan BEM FISIP melalui surat No 11048/TB/UN3.FISIP/KM.04/2024 yang ditandatangani oleh Dekan FISIP Unair Prof Bagong Suyanto.
Sementara itu, Presiden BEM FISIP Unair Tuffahati Ullayyah Bachtiar mengakui, pembekuan itu sudah dicabut dan dibatalkan oleh pihak dekanat. Atas peristiwa ini, Tuffa pun menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan moral kepada BEM FISIP Unair. Ke depan, dia berjanji akan tetap kritis kepada pemerintah.
(frd/DAL)