Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, di Antara Optimisme dan PR Besar



Daftar Isi



Jakarta, CNN Indonesia

Di bawah kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden selama 10 tahun sejak 2014, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang terjaga stabil, yakni di angka 5 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi global rata-rata sebesar 3,4 persen.

Berdasarkan data BPS, lapangan kerja yang terkait langsung dengan pertumbuhan ekonomi itu pun ikut bertambah, menjadi 21,3 juta pada kurun 2015-2024. Pada periode yang sama, nilai ekspor juga terdongkrak naik, lebih dari 70 persen.

Terkait keinginan pertumbuhan ekonomi Indonesia, Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto meyakini Indonesia dapat mencapai target pertumbuhan mencapai 8 persen per tahun. Ia juga menyatakan optimismenya melalui visi-misi politik Prabowo bersama wakilnya, Gibran Rakabuming.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

Sebelumnya, sejarah mencatatkan Indonesia pernah mengalami pertumbuhan ekonomi minimal 8 persen sebanyak lima kali. Masing-masing, pada tahun 1968 sebesar 10,92 persen, tahun 1973 sebesar 8,10 persen, 1977 sebesar 8,76 persen, 1980 sebesar 9,88 persen, dan terakhir, pada tahun 1995 kenaikan 8,22 persen. Sehingga, secara umum, cita-cita Prabowo meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen bukanlah hal yang mustahil.

Meski demikian, ada hal-hal yang harus digarisbawahi untuk mendukung visi itu. Pasalnya, dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi ada hal-hal yang saling terkorelasi, seperti terbentuknya lapangan kerja, investasi, hingga kemampuan sumber daya manusia (SDM).

Nama Luhut Binsar Pandjaitan kemudian muncul sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional, yang menjadi salah satu strategi Prabowo. Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasiitu ditunjuk langsung melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139/P Tahun 2024 tentang Pengangkatan Ketua Dewan Ekonomi Nasional.

“Dengan nama Tuhan YME Presiden RI…kesatu, terhitung sejak saat pelantikan mengangkat Jenderal TNI Purn. Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional,” demikian bunyi keputusan itu.

Dewan Ekonomi Nasional ini bukan yang pertama di Indonesia. Presiden Abdurrahman Wahid pun pernah membentuknya, dengan nama yang sama, setelah krisis moneter tahun 1998. Saat itu, inflasi melonjak ke angka 77,6 persen dari 4,7 persen pada tahun 1997, dengan 20 juta pengangguran, yang terbanyak sejak tahun 1960-an.

Jika disebutkan, belum ada beleid terbaru terkait Dewan Ekonomi Nasional. Pada pasal 1 disebutkan bahwa Dewan Ekonomi Nasional berfungsi memberi nasehat di bidang ekonomi kepada presiden, guna mempercepat penanggulangan krisis dan penyehatan ekonomi nasional, serta kesiapan dalam menyikapi dinamika globalisasi.

Dewan Ekonomi Nasional bertanggung jawab kepada presiden, bunyi pasal 2, dikutip Senin (21/10).

Kemudian, Dewan Ekonomi juga bertugas mengkaji berbagai masalah ekonomi untuk kemudian memberikan masukan kepada presiden terkait saran tindak lanjut, menanggapi masalah ekonomi yang sedang terjadi pada masyarakat, dan melaksanakan pengugasan lain di bidang ekonomi dari presiden.

Pada rapat kabinet perdana di Istana Negara, Jakarta, Prabowo menyampaikan bahwa dirinya akan mengawasi langsung kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

Secara khusus pula, Prabowo meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani agar menjaga penggunaan anggaran secara tepat dan efisien bagi pembangunan dan kesejahteraan,

“Kita harus beri contoh fokus kita pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat ke dalam. Jangan mengada-ngada studi banding belajar pramuka ke negara lain,” kata Prabowo.

Di bawah kepemimpinan Prabowo, Kemenkeu kini berada langsung di bawah presiden, bukan lagi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).

Program 100 hari

Target pertumbuhan ekonomi Prabowo ini tentu akan bermula dari implementasi program 100 hari pertama.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai ujung tombak yang bertujuan bisa kembali membangkitkan daya beli masyarakat yang tengah lesu dalam 100 hari kerja. Pasalnya, konsumsi menjadi kunci mencapai pertumbuhan yang kuat.

“Pertama tentu dari sifat ekonomi, sifatnya jangka menengah, panjang, yang penting kita mendorong agar daya beli masyarakat terjaga,” jelasnya di kantornya usai resmi dilantik oleh Prabowo, Senin (21/10).

Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan fokus utama dalam 100 hari pertama pemberhentian adalah pengamanan pasar dalam negeri.

“Jadi pasar dalam negeri itu bisa besar, kita harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin diisi oleh industri-industri dalam negeri juga,” ujarnya usai melakukan serah terima jabatan di Auditorium Kemendag, Jakarta, dikutip dari CNBC, Senin (21/10).

Kedua, menurutnya, memperluas ekspor. Meski neraca perdagangan Indonesia surplus selama 53 bulan berturut-turut, ekspor katanya tetap harus digenjot.

Fokus ketiga adalah memperluas akses UMKM ke pasar internasional. Menurutnya, saat ini rasio kewirausahaan Indonesia masih kecil, yakni hanya sebesar 3,47 persen. Sedangkan untuk menjadi negara maju rasio kewirausahaan harus berada di angka 10 sampai 12 persen.

Tiga cara mendorong investasi

Ketua Dewan Usaha Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Chairul Tanjung menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen merupakan besaran investasi yang luar biasa.

Menurutnya, ada tiga cara mendorong kemajuan investasi di Indonesia, yakni terkait implementasi kepastian hukum; kestabilan dalam berbagai bidang termasuk politik hingga keamanan; dan bahwa semua investor pasti menginginkan cuan sebagai timbal balik.

Paling perlu adalah semua investasi pasti berharap cuan (atau) keuntungan. Ini hanya bisa dilakukan jika seandainya sumber daya manusia (SDM) kita itu bisa ditingkatkan kualitasnya agar lebih produktif. Sehingga kita punya daya saing yang lebih besar. Ini semua membuat dunia usaha, baik swasta, BUMN, maupun asing akan melakukan investasi besar-besaran,” kata CT, panggilan Chairul Tanjung dalam Dialog di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Rabu (23/10).

Pada saat yang sama, CT juga mendorong pertumbuhan pusat ekonomi baru di daerah-daerah, yang diyakini akan menyerap banyak tenaga kerja dan mendorong kesejahteraan.

“Keadaan global sedang seperti ini, banyak komplikasinya. Kita tahu masalah daya beli sedang turun, masalah kelas menengah turun, itu tidak mudah. ​​Jadi, perlu satu koordinasi yang sangat luar biasa antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, juga dengan dunia usaha,” lanjut CT.

Senada, Lembaga Perburuhan Indonesia atau Lembaga Kebijakan Alternatif Perburuhan Indonesia meminta Prabowo membuat infrastruktur penciptaan lapangan kerja melalui revitalisasi Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang bertujuan mencegah gelombang PHK berkelanjutan.

Sekretaris Eksekutif Institut Ketenagakerjaan Indonesia, Andy William Sinaga menyampaikan bahwa hal tersebut dapat dicapai dengan mengedepankan strategi tautan dan kecocokan pelatihan dan akses ke pasar, diikuti dukungan finansial kepada para pelaku usaha mikro yang telah mendapatkan pelatihan.

“Itu untuk menjawab tantangan masifnya fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan membuat grand design penciptaan lapangan kerja sektor usaha mikro,” katanya, dilansir Antara.

Sedangkan untuk penciptaan lapangan kerja sektor usaha mikro, Prabowo diminta mendorong BPJS Ketenagakerjaan agar lebih berperan aktif untuk memperluas kepesertaan sektor usaha mikro.

“Jika perlu, BPJS Ketenagakerjaan dapat menjadi salah satu aktor dalam membina para pelaku usaha mikro tersebut,” kata Andy.

Wirausaha di Bidang Digital

Sejak Covid-19 melanda Indonesia, pola kerja menjadi bervariasi, antara lain dengan popularitas bekerja dari rumah atau WFH. Migrasi dari pekerjaan formal menjadi informal itu saat ini belum terdata oleh pemerintah.

Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa ketika menjabat pernah berteori bahwa penurunan jumlah kelas menengah yang terjadi belakangan ini adalah karena kalangan muda atau Gen Z memilih bekerja di sektor informal. Suharso kala itu secara khusus menggunakan istilah karyawan mandiri dalam fenomena ini.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Indonesia Telisa Aulia Falianty membenarkan pergeseran sektor pekerjaan ini. Data Sakernas pada Februari 2024 menyatakan, dari 142,18 juta penduduk Indonesia yang bekerja, 93,27 di antaranya merupakan pekerja penuh, dan 36,80 pekerja paruh waktu.

Telisa menilai, membanjirnya pekerja informal saat ini antara lain karena preferensi pekerjaan, di mana kalangan muda memilih pekerjaan dengan waktu fleksibel. Dengan digitalisasi, banyak kalangan muda yang bekerja sebagai freelancer maupun pembuat konten.

Meski begitu, bagi Telisa, pergeseran ini lebih dari pelestarian sektor pekerjaan. Pasalnya, pelestarian ini juga mempengaruhi pendapatan para pekerja informal yang tidak disebutkan.

“Daya beli yang tergerus juga berhubungan dengan struktur tenaga kerja yang didominasi sektor informal,” kata Telisa.

(ori)






Source link

Leave a Comment