Todung Komentari Kasus Hukum Mardani Maming, Singgung Soal Hakim




Jakarta, CNN Indonesia

Aktivis hak asasi manusia, Todung Mulya Lubis, memberikan komentar terhadap proses peradilan kasus korupsi yang melibatkan mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H. Maming. Ia menyoroti keberadaannya kegagalan keadilan atau peradilan sesat, yang menurutnya, disebabkan oleh sikap hakim yang berat sebelah dalam menangani kasus tersebut.

“Bentuk kegagalan keadilan yang paling mencolok adalah tidak dipenuhinya hak atas persidangan yang adil. Hakim melakukan memetik ceri terhadap alat bukti yang dihadirkan selama konferensi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (25/10).

Menurut salah satu pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) ini, vonis yang mendarat di Maming dipaksakan dan tidak berdasarkan bukti kuat. Ia melihat hakim cenderung memilih alat bukti yang sesuai dengan dakwaan tindakan umum dan mengabaikan bukti lain yang bertentangan.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

“Sikap berat sebelah seperti ini jelas merupakan persidangan yang tidak adil. Jika alat bukti yang ada dilihat secara adilsebenarnya dakwaan penghentian umum tidaklah terbukti,” imbuh dia.

Ia juga mengkritik konstruksi hukum yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara ini, khususnya terkait Pasal 12 huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.

Menurutnya, hakim cenderung memaksakan penafsiran bahwa keuntungan bisnis yang didapat Maming dianggap sebagai 'pemberian hadiah'. Penafsiran seperti ini jelas merupakan bentuk analogi hukum yang dilarang dalam hukum pidana karena melanggar prinsip legalitas.

“Padahal analoginya merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip legalitas, yang merupakan prinsip paling mendasar dalam hukum pidana,” ucapnya.

Todung menambahkan bahwa meskipun korupsi adalah masalah serius, penegakan hukum tidak boleh dilakukan secara serampangan atau mengorbankan prinsip keadilan. jika terjadi kegagalan keadilanmaka kejujuran seharusnya dinyatakan bebas.

Sebagai langkah konkret, ia pun berencana mengirimkan sebuah amicus curiae kepada Mahkamah Agung sebagai bahan pertimbangan dalam proses Peninjauan Kembali (PK) kasus Maming.

“Indonesia memang belum mengenal langkah retrial seperti yang ada di Inggris. Namun keberadaan lembaga peninjauan kembali bisa menjadi opsi untuk melakukan koreksi ini,” pungkas dia.

(rir)






Source link

Leave a Comment