Anak Pemilik Apotek Gama Didakwa Kendalikan Penjualan Obat Setelan Ilegal

Terdakwa Lucky Mulyawan Martono saat sidang kasus obat racikan di Apotek Gama Cilegon. (Audindra/bantennews) SERANG – Lucky Mulyawan Martono (27),…
1 Min Read 0 9


Terdakwa Lucky Mulyawan Martono saat sidang kasus obat racikan di Apotek Gama Cilegon. (Audindra/bantennews)

SERANG – Lucky Mulyawan Martono (27), putra pemilik Apotek Gama, Eddy Mulyawan Martono, menjalani sidang perdana atas kasus penjualan obat setelan ilegal.

Jaksa mendakwa Lucky berperan sebagai pengendali penjualan obat tersebut di Apotek Gama 1, Kelurahan Jombang Wetan, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon.

Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Selasa (2/9/2025). Lucky duduk sebagai terdakwa bersama Popy Herlinda Ayu Utami, Apoteker Apotek Gama 1 Cilegon.

Dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum Kejari Cilegon, Yusuf Kurniawan dan Rizki Khairullah, di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hasanudin.

“Terdakwa Lucky Mulyawan Martono, sebagai penanggung jawab operasional pengendali Apotek Gama 1 bersama-sama dengan saksi Popy selaku Apoteker Gama 1 Cilegon menjual ‘obat setelan’ yang merupakan obat keras,” kata Yusuf.

Yusuf mengatakan, pada 12 Februari 2019 silam, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Serang mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai adanya penjualan obat setelan. Sehari kemudian, dilakukan sidak dengan delapan temuan.

Beberapa temuan di antaranya seperti penjualan obat keras tanpa resep dokter, tidak adanya laporan obat jenis narkotika, prekursor, dan psikotropika, serta penjualan obat yang tidak memiliki izin edar.

BBPOM kemudian kembali menerima aduan mengenai penjualan obat setelan dari masyarakat pada Januari 2024. Obat yang dimaksud adalah obat racikan yang tidak memiliki label atau merek. Biasanya ditawarkan kepada penderita sakit gigi.

Petugas dari BBPOM Serang, Cindy Judika kemudian ditugaskan untuk berpura-pura membeli obat sakit gigi ke apotek tersebut. Awalnya karyawan apotek menawarkan obat merek cataflam dengan harga Rp75 ribu.

Cindy kemudian meminta alternatif obat yang lebih murah. Ia ditawari satu plastik klip berisi 15 butir obat tanpa label, terdiri atas kapsul hijau-kuning, tablet putih, dan tablet merah muda.

“Harga obat tersebut adalah Rp25 ribu per paketnya dan obat tersebut tidak ada label yang berisikan jenis obat, cara penggunaan dan kedaluwarsa,” ujar Yusuf.

BBPOM kembali melakukan sidak pada 19 September 2024 ke Apotek Gama 1. Di sana, tepatnya di lantai 3, ditemukan ruangan penyimpanan cangkang kapsul yang tidak memiliki izin serta obat-obat yang sudah dikeluarkan dari kemasan aslinya serta dikemas ulang dalam plastik klip.

Obat-obat yang dikemas ulang itu merupakan obat keras yang dijual tanpa resep dokter. Lucky dalam perkara ini, berperan sebagai penanggung jawab operasional penjualan.

“Dari hasil penjualan obat tersebut uang penjualan masuk ke rekening Terdakwa Lucky Mulyawan Martono,” ucap Yusuf.

Adapun peran Popy sebagai apoteker penanggung jawab ialah memastikan ketersediaan serta pelayanan informasi obat sesuai ketentuan. Karena itu, ia diduga turut mengetahui penjualan obat tersebut.

Keduanya didakwa melanggar Pasal 435 dan atau Pasal 436 Undang-Undang Kesehatan Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Atas dakwaan yang dibacakan ini, baik terdakwa Lucky dan terdakwa Popy mengajukan keberatan atas dakwaan JPU. Sidang akan dilanjutkan pekan selanjutnya untuk agenda eksepsi.

Penulis: Audindra Kusuma
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd





Source link

beritajakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *